Menikah? mengajak menikah? Satu jam baru mengenal sudah mengajak menikah? Apakah karena belum begitu mengenalnya ataukah karena proses berjalan dengan begitu cepat nyaris tanpa kendala? Entahlah. Sebulan yang lalu ditengah kegalauan hatinya ketika ibunya bertanya mau sampai kapan terus mengejar karier ditengah usianya yang sudah menginjak kepala tiga, membuat hatinya terhenyak. Air matanya mengalir tiada henti seolah ibunya menyadarkan bahwa sudah saatnya membangun bahtera rumah tangga, tidak hanya sibuk dengan urusan pekerjaan. "Apa sih yang engkau cari nak?" ucap ibu tengah malam sambil membelai rambutnya. air matanya membasahi jilbab merah mudanya. Kerisauan hati, bercampur aduk dengan rasa perih, kecewa dan cemas disaat berada di Rumah Amalia berbagi dan berdoa bersama dengan mengharap keridhaan dari Allah, ingin sekali rasanya untuk membahagiakan ayah dan ibunya yang dicintainya. Terbayang waktu kecil dengan penuh kebahagiaan. Ayahnya selalu mengantar sekolah sementara ibu memasak makanan kesukaannya. Begitu sangat indahnya.
Waktu terus berlalu, sampai kemudian ada seorang laki-laki yang baru dikenalnya. Satu jam perkenalan yang mengubah hidupnya. Ia mengajaknya menikah. Proses ini terasa seperti air hujan yang tiba-tiba mengguyur dan byur! semuanya basah kuyup, "aku belum mengenalmu, kita jalani aja, kita berproses.."jawabnya. Laki-laki itu menjawab, "Baik, kita berproses.." Sebulan kemudian pulang dan menyampaikan kepada orang tuanya, "Ayah, saya mau menikah.."Terlihat mata ayah dan ibunya berkaca-kaca. Seminggu setelah itu keluarga calon suaminya datang bersilaturahim dengan keluarga besarnya. Menjalani persiapan pernikahan menghitung hari berjalan seperti dengan cepatnya.Diringi oleh ibu, adik dan keluarga besarnya diantar ke Masjid. Hijab terpasang memisahkan tamu laki-laki dan perempuan. Di depan untuk para tamu, deretan meja berkaki pendek memanjang adalah meja akad. Ayah, Ustadz, Penghulu dan saksi-saksi, calon suaminya nampak terlihat sudah hendak bersiap untuk prosesi akad nikah . Jantungnya berdetak kencang. Badannya merasa lemas, perjanjian yang disebut "mitsaqon ghalida" untuk menyempurnakan separuh agama, "Kaif? Syah?" Ayah menengok ke kanan dan ke kiri. Ustad mengangguk. "Na'am.."terdengar suara menjawab serentak. Penghulu mengucap "Khair.." Sah sudah dirinya menjadi seorang istri. Pertemuan satu jam saja telah mengubah hidupnya. Itulah kebahagiaan yang telah lama dinanti, mengarungi bahtera rumah tangga bersama orang yang dicintainya.
Waktu terus berlalu, sampai kemudian ada seorang laki-laki yang baru dikenalnya. Satu jam perkenalan yang mengubah hidupnya. Ia mengajaknya menikah. Proses ini terasa seperti air hujan yang tiba-tiba mengguyur dan byur! semuanya basah kuyup, "aku belum mengenalmu, kita jalani aja, kita berproses.."jawabnya. Laki-laki itu menjawab, "Baik, kita berproses.." Sebulan kemudian pulang dan menyampaikan kepada orang tuanya, "Ayah, saya mau menikah.."Terlihat mata ayah dan ibunya berkaca-kaca. Seminggu setelah itu keluarga calon suaminya datang bersilaturahim dengan keluarga besarnya. Menjalani persiapan pernikahan menghitung hari berjalan seperti dengan cepatnya.Diringi oleh ibu, adik dan keluarga besarnya diantar ke Masjid. Hijab terpasang memisahkan tamu laki-laki dan perempuan. Di depan untuk para tamu, deretan meja berkaki pendek memanjang adalah meja akad. Ayah, Ustadz, Penghulu dan saksi-saksi, calon suaminya nampak terlihat sudah hendak bersiap untuk prosesi akad nikah . Jantungnya berdetak kencang. Badannya merasa lemas, perjanjian yang disebut "mitsaqon ghalida" untuk menyempurnakan separuh agama, "Kaif? Syah?" Ayah menengok ke kanan dan ke kiri. Ustad mengangguk. "Na'am.."terdengar suara menjawab serentak. Penghulu mengucap "Khair.." Sah sudah dirinya menjadi seorang istri. Pertemuan satu jam saja telah mengubah hidupnya. Itulah kebahagiaan yang telah lama dinanti, mengarungi bahtera rumah tangga bersama orang yang dicintainya.
Wassalam,
Alan Lingu Cessar
0 komentar:
Posting Komentar